Perang modern kini semakin bergantung pada teknologi. Senjata berbasis kecerdasan buatan (AI) mulai dikembangkan berbagai negara, memunculkan dilema besar: apakah ini masa depan keamanan global atau ancaman baru bagi umat manusia?
Drone otonom, sistem rudal pintar, dan robot tempur menjadi contoh nyata penerapan AI di medan perang. Teknologi ini memungkinkan deteksi target lebih cepat, efisiensi operasi, dan minim campur tangan manusia.
Namun, risiko sangat besar. AI bisa membuat keputusan salah, menyerang target sipil, atau dipengaruhi bias algoritma. Serangan siber pada sistem senjata AI juga berpotensi menciptakan bencana skala global.
AS, Tiongkok, dan Rusia memimpin dalam pengembangan teknologi ini. Persaingan sengit menciptakan perlombaan senjata baru yang bisa menyaingi era nuklir.
Organisasi internasional menyerukan regulasi ketat. Amnesty International dan PBB menilai keputusan hidup dan mati tidak boleh diserahkan pada mesin. Tetapi, negara-negara besar enggan menghentikan riset karena khawatir kehilangan keunggulan strategis.
Dampak sosial juga mengkhawatirkan. Semakin banyak pekerjaan militer manusia yang digantikan mesin, menciptakan ketidakpastian baru dalam dunia pertahanan.
Senjata AI adalah paradoks: diciptakan untuk melindungi, tetapi berpotensi menghancurkan.
Pertanyaannya: apakah manusia akan tetap memegang kendali, atau menyerahkannya sepenuhnya pada algoritma?